Ada beberapa alasan
sikap KSBSI, sehingga akhirnya memutuskan menolak disahkannya RUU Cipta Kerja
menjadi UU Cipta Kerja. Diantarannya adalah:
1. Bahwa usulan KSBSI dalam
pertemuan Tim Tripartit tidak satu pasal utuh pun yang diakomodir dalam UU
Cipta Kerja-Klaster Ketenagakerjaan.
2. Bahwa UU Cipta
Kerja-Klaster Ketenagakerjaan sangat mendegradasi hak-hak dasar buruh jika dibandingkan dengan UU No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Bahwa Hak-hak
dasar buruh yang terdegradasi antara lain:
a. PKWT/kontrak
kerja tanpa batas;
b. outsourcing
dipeluas tanpa batas jenis usaha;
c. upah dan
pengupahan diturunkan;
d. besar pesangon
diturunkan.
4. Bahwa beberapa ketentuan
(norma) yang dirancang dalam RUU Cipta Kerja pengusaha melalui Kadin dan Apindo
selaku Tim Pengusaha dalam Tim Tripartit tanggal 10-23 Juli 2020 telah sepakat
dengan Tim Serikat Pekerja/Serikat Buruh untuk tetap eksis, tidak dihapus. Tapi
justru Pemerintah dan DPR menghapus seperti Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003.
Berdasarkan hal dan pertimbangan, maka DEN KSBSI
menyampikan sikap:
1. Menolak pengesahan
RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang.
2. Mendesak Presiden
menerbitkan PERPPU pembatalan UU Cipta Kerja.
3. DEN KSBSI dan 10
(sepuluh) DPP Federasi Afiliasi akan melakukan judicial review UU Cipta Kerja
terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi.
4. KSBSI akan melakukan unjuk
rasa pada 12 sampai 16 Oktober , mendesak Pemerintah melakukan sebagaimana tuntutan dalam angka 1
dan 2.
5. Menginstruksikan kepada
seluruh jajaran KSBSI dan 10 federasi serikat buruh (FSB) yang berafiliasi
dengan KSBSI melakukan unjuk rasa didaerahnya masing-masing, menuntut hal yang
sama.
Inti dari sikap yang
disampaikan, bahwa berdasarkan hasil rapat bersama bersama federasi, pada 5
Oktober 2020 di Kantor KSBSI, Cipinang Muara, Jakarta Timur memutuskan, DEN
KSBSI mengintruksikan kepada semua pengurus dan anggota melakukan aksi demo
pada 12-16 Oktober 2020.
Elly Rosita Silaban
Presiden KSBSI mengatakan aksi demo akan dilakukan secara serentak, dari
Ibukota Jakarta sampai tingkat cabang daerah perwakilan KSBSI diseluruh
Indonesia. Sebelumnya, dia menyampaikan organisasi yang dipimpinnya menolak
aksi mogok nasional dari pada 6 sampai 8 Oktober 2020, dalam menyikapi
penolakan UU Cipta Kerja.
“KSBSI memutuskan
tidak bergabung, karena tidak semua serikat buruh/pekerja yang setuju dengan
aksi mogok nasional ditengah situasi wabah Covid-19 yang masih darurat. KSBSI
menilai, aksi mogok nasional juga tidak memiliki payung hukum yang jelas dan
tak ada diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan,” jelasnya, beberapa waktu
lalu, di Jakarta.
Dengan lugas, dia
mengatakan bahwa aksi penolakan RUU Cipta Kerja harus murni gerakan moral yang
dilakukan buruh. Jadi tidak ada unsur kepentingan politik pragmatis. Terakhir,
dia mengatakan aksi demo serentak yang akan dilakukan nanti, tetap
berkoordinasi dengan pihak terkait.
“Kalau pun nanti
turun melakukan aksi demo, KSBSI akan tetap menjalankan protokol kesehatan.
Menjaga jarak, memakai masker, membawa hand sanitizer dan jaga jarak,”
tutupnya. (A1)
Beri komentar