Aduan itu dibuat
atas tindakan dugaan pelanggaran Hak Normatif dan tindakan kekerasan yang
diduga dilakukan oleh kuasa hukum perusahaan, Henny Karaenda dengan cara
menarik dan menyeret 2 orang buruh perempuan Anggota Federasi Kebangkitan Buruh
Indonesia afiliasi KSBSI (FKUI KSBSI) saat aksi menuntut hak pesangon dan hak
normatif Lainnya di Gerbang perusahaan.
"Korwil
KSBSI Banten mengutuk keras atas tindakan pimpinan perusahaan maupun kuasa
hukumnya yang diduga telah melanggar hak asasi manusia," kata Sisjoko
dalam keterangan resminya kepada redaksi, Selasa (3/10/2023).
Menurut Sisjoko,
dugaan pelanggaran itu dapat dibuktikan dari proses panjangnya persoalan hingga
2 tahun kurang lebih 40 orang buruh perempuan ini, hak-hak normatifnya belum
juga diselesaikan.
Padahal, kata
Sisjoko, buruh tersebut sudah bekerja mulai dari 15 sampai dengan 25 tahun.
Mereka begitu loyal telah memberikan kontribusi yang sangat besar kepada pihak
perusahaan. Walapun kadang dalam kondisi badan kurang sehat meraka bela -
belain bekerja karena sudah ada ikatan kerja.
"Namun apa
imbal baliknya dari pihak perusahaan kepada buruh setelah lama mengabdi atau
bekerja? Mereka (seolah-olah) dibuang bak kaya kaleng rombeng yang tidak berguna,"
geramnya.
"Saya
mengadukan hal ini karena dinilai sudah melampaui batas kemanusiaan. Padahal
negara kita negara hukum tapi memperlakukan buruhnya seperti ini. Maka
pantaslah pengusaha semacam ini harus di tindak tegas dan untuk kuasa hukumnya
akan kami laporkan kepada Dewan Etik Kehormatan Peradi di mana yang bersangkutan menjadi anggota
Peradi." terangnya.
Sisjoko
mengatakan, kalau kuasa hukum memahami hukum sudah jelas di atur dalam UU no.18
Tahun 2003 tentang Advocat di mana
Serikat Buruh merupakan rekan sejawatnya yang seharusnya menjadi
jembatan permasalahan ini karena yang mempunyai permasalahan adalah antara
buruh dan perusahaan, kuasa hukum maupun serikat sifatnya sebagai
pendamping masing - masing pihak.
"Jadi tidak
boleh seorang kuasa hukum berbuat arogansi. Malu-lah sama profesinya di dunia
Advokat. Masa orang yang mengerti hukum kok berbuat seperti preman saja."
tandasnya.
Aktivis Buruh
senior Banten ini mengulas, pengusaha atau Investor yang baik adalah yang mempunyai 5 manfaat, yaitu:
1. Meningkatkan
Pendapatan Negara;
2. Mendorong
Pertumbuhan Perekonomian Nasional;
3. Menampung
Tenaga kerja;
4. Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat;
5. Meningkatkan
Nilai Tambah Sumberdaya Alam dan dinikmati oleh rakyat.
"Itulah
yang seharusnya di miliki oleh seorang pengusaha atau Investor. Jadi saya
melihat perusahaan PT Pelita Enamelware Industri diduga tidak memiliki pedoman
yang tersebut di atas." terangnya.
Ia menegaskan,
ini dampak disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja
yang sudah diperbarui dengan Undang
-Undang nomor 6 Tahun 2023, sehingga banyak perusahaan yang bertindak
sewenang-wenang.
Kalau Investor
tidak mempunyai 5 manfaat seperti tersebut di atas, menurut Sisjoko, itu
namanya bukan Investor tapi penjajah.
"Jangan sampai pemerintah kita salah mengundang Investor ke Indonesia yang
tidak bermanfaat kepada rakyat Indonesia. Bukannya sejahtera tapi malah
sengsara." tandas Sisjoko Wasono.
Ia menegaskan,
sebagai serikat buruh, harus jeli melihat, apakah benar ini Investor atau
bukan. "Di Bumi Pertiwi yang kita cintai, akhir-akhir ini, Saya melihat
banyak kejahatan terhadap buruh dengan kedok Investasi tapi malah
ujung-ujungnya bukan mensejahterakan buruh atau rakyat Indonesia."
pungkasnya.
Penjelasan Kuasa
Hukum PT Pelita Enamelware di Media Massa Online
Sementara itu,
mengutip sejumlah pemberitaan media di Banten, disebutkan Henny Karaenda, Kuasa
Hukum PT Pelita Enamelware Industry, mengatakan, sebelum melakukan aksi
demonstrasi para mantan karyawan itu sempat mengajukan surat permohonan
pemutusan hubungan kerja (PHK). Surat permohonan itu ditolak oleh pihak
perusahaan.
“Kita ingin
mereka tetap bekerja seperti biasa, tapi mereka malah memilih untuk tidak
bekerja. Terpaksa kita lakukan PHK, setelah dua kali peringatan tidak
diindahkan,” kata Henny kepada awak media, Kamis 28 September 2023 kemarin.
Henny
menuturkan, pihaknya sempat melakukan audensi dengan para mantan karyawan.
Bahkan, audensi dilakukan sebanyak enam kali, dengan melibatkan Disnaker
Kabupaten Serang.
“Perusahaan
memenuhi undangan klarifikasi dari Disnaker Kabupaten Serang 21 September 2023,
namun pihak dari mantan pekerja tidak ada yang hadir,” ucapnya.
Ia
mengungkapkan, para mantan karyawan yang mengajukan surat permohonan PHK itu
sempat meminta pesangon kepada pihak perusahaan.
“Awalnya mereka
meminta PHK suratnya masuk tanggal 23 Agustus 2023 ke kita dan di situ mereka
juga meminta uang pesangon, setelah audiensi dengan pihak perusahaan, karyawan
dan juga Disnakertrans Kabupaten Serang disepakati adanya uang pisah sebesar
Rp1 juta rupiah,” sambungnya.
Mediasi terus
dilakukan namun tetap menemui jalan buntu, Disnaker Provinsi Banten pun sudah
menyerahkan sepenuhnya persoalan ini kepada Disnakertrans Serang.
Sebab, pengawas
Disnaker Provinsi Banten menyimpulkan bahwa yang dituntut pendemo bukanlah
mengenai hak normatif melainkan perselisihan hak sehingga menyerahkan kepada
Disnaker Kabupaten Serang untuk memediasi kedua pihak.
“Disnaker
Kabupaten Serang untuk mediasi namun pihak pendemo keberatan jika mediasi di
Kantor Disnaker Kabupaten Serang dan meminta mediasi di pabrik dan pihak
perusahaan menyetujui,” katanya.
“Selasa aksi
lagi tapi tidak ada surat pemberitahuan, akhirnya Jumat audiensi, hasilnya
ditambah Rp3 juta menjadi Rp4 juta mereka dapat uang pisah, itu juga bayar
dicicil,” tandas Henny.
Akumulasi
Persoalan
Sementara itu,
Ketua DPC FKUI Kab. Serang, Sohari mengatakan, aksi yang dilakukan ini karena
akibat dari banyaknya persoalan yang mendera buruh sejak buruh bergabung ke
FKUI dua tahun lalu.
"Diantaranya,
penanganan dari Pengawas Ketenagakerjaan provinsi Banten yang mengecewakan,
kemudian pelanggaran dugaan THR yang juga tidak di respon dan ditangani oleh
Disnaker Prov. Banten, kemudian PHK bertubi-tubi menimpa teman-teman, bahkan
ada yang sudah masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) kasus PHK-nya, ada
yang sudah sampai pada putusan Mahkamah Agung, ada juga yang baru di tingkatan
mediasi di Disnaker." kata Sohari kepada Media KSBSI, Jumat ditulis Minggu
(1/10/2023).
Jadi akumulasi
persoalannya begitu banyak, kata Sohari, sehingga kemudian teman-teman
melakukan upaya aksi mogok kerja yang berlangsung hampir dua mingguan ini.
"Nah pada
saat aksi mogok kerja ini dilakukan, itu sebetulnya, insiden-insiden itu hampir
tiap hari terjadi. Seperti buruh ditarik-tarik, didorong-dorong segala macem,
itu hampir tiap hari terjadi," tandasnya. (huge) berita ini juga di muat
di ksbsi.org
Beri komentar