Selain itu,
omnibus law RUU Ciker sejak awal mendapat penolakan besar buruh/pekerja di
Indonesia. Sebab RUU ini sarat hanya kepentingan investor dan kalau disahkan
DPR, akan bisa menghancurkan masa depan buruh. Karena menghilangkan hak-hak
normatif buruh serta mengancam kebebasan berserikat.
Sarannya,
supaya RUU Ciker tidak mendapat penolakan buruh, sebaiknya tidak usah dibawah
kendali Airlansga Hartarto sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Karena kebijakan hubungan industrial idealnya Kementerian Ketenagakerjaan yang
menangani.
"Sebenarnya
buruh tidak menolak agenda keseluruhan omnibus law selama produk undang-undang
yang dihasilkan berpihak pada rakyat. Kalau RUU Ciker tujuannya untuk
kepentingan investor dan merugikan buruh, pasti kami melawan" tegasnya,
Jakarta (6/5/2020).
Dia juga
menjelaskan, sejak awal KSBSI sudah meminta Presiden Jokowi supaya
memberhentikan Airlangga Hartarto. Sikap ini bukan tanpa alasan. Karena awal
pembuatan draft RUU Ciker, unsur buruh/pekerja tak ada dilibatkan merumuskan
konsep hubungan industrial yang baik.
"RUU
Ciker ini kan dibuat diam-diam, makanya kami marah. Seolah-olah buruh dianggap
bodoh, tidak punya konsep ketenagakerjaan. Airlangga juga berbohong kepada
presiden. Dia mengklaim telah melibatkan serikat buruh/pekerja pada awal
pembuatan draft RUU Ciker, padahal sama sekali tidak ada," jelasnya.
Akibatnya,
hubungan buruh dengan Presiden Jokowi sempat memanas, akibat komunikasi yang
sengaja ditutup oleh orang
orang
disekitarnya. Padahal awal merumuskan RUU Ciker, Jokowi sudah mengintruksikan
perwakilan buruh/pekerja dilibatkan.
Nah, setelah
Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPB) bertemu dengan Jokowi di Istana Presiden
beberapa waktu lalu dan menceritakan persoalan yang terjadi, ternyata beliau
terkejut. Sebab, permintaan Jokowi agar melibatkan buruh dalam pembuatan draft
RUU Ciker tidak dijalankan semestinya.
"Sehingga
terjadi miss komunikasi. Lalu terjadi pergolakan demo, menganggap Jokowi tak
memihak pada buruh," ungkapnya.
Agar
hubungan buruh dengan Jokowi tak terjadi miss komunikasi, Dedi menyarankan
presiden sebaiknya mengevaluasi Airlangga Hartarto. Ditengah pandemi Covid-19,
ia pun meminta agar buruh bisa berkomunikasi langsung dengan Jokowi, supaya
tidak lagi sifat kecurigaan.
Selain itu
buruh sudah lama berkomunikasi dengan Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) dalam
urusan RUU Ciker dan menerima konsep hubungan industrial.
"Jadi
sangat tepat kalau pembahasan RUU langsung ditangani Menteri Tenaga Kerja,
bukan Airlangga Hartarto. Dia memang tak paham dunia ketenagakerjaan. Karena
bicara hubungan industrial landasannya Tripartit," lugasnya.
Terakhir,
kalau nantinya presiden melanjutkan pembahasan RUU Ciker, Dedi menerangkan MPBI
sudah meminta pembahasan ini diulang kembali dari awal. Pemerintah harus
memfasilitasi semua unsur untuk merumuskan RUU Ciker yang memihak semua
kepentingan.
"Atau
lebih baik keluarkan saja kluster RUU Ciker dari pembahasan di DPR, supaya tak
menimbulkan kegaduhan," tandasnya.
Beri komentar