tujuan didirikan aliansi ini sebagai
wadah pendidikan, advokasi serta peningkatan kualitas sosial dialog. Serta
menyikapi isu di seputar industri padat karya dan nasional yang berkaitan dunia
perburuhan.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut,
Elly Rosita Silaban Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia
(KSBSI), Ristadi Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), Danang
Girindrawardana Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Rizal Rakhman Sekjen
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API).
“Perburuhan tidak boleh sendiri-sendiri,
harus bersama. Grup ini akan membuat sebuat kesepakatan untuk melakukan sosial
dialog dengan APINDO, APRISINDO, dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia, apakah
nanti mereka akan melakukan negosiasi di tingkat nasional, kampanye masalah
perburuhan yang sedang terjadi. Seharusnya kita berkolaborasi dengan
stakeholder, makanya mereka bentuk aliansi ini,” kata Presiden Konfederasi
Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBI), Elly Rosita Silaban, saat dihubungi,
(13/11/2020).
Sementara itu, Ary Joko Sulistyo Ketua
Umum Federasi Serikat Buruh Garmen, Kerajinan, Tekstil, Kulit dan Sentra
Industri-Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (FSB GARTEKS-KSBSI)
mengatakan dengan terbangunnya APBGATI, diharapkan semakin menambah solidaritas
dan kekuatan menyikapi isu nasional dan global tentang isu perburuhan.
Hasil diskusi itu pun akhirnya
merekomendasikan tentang penyusunan agenda yang harus dikerjakan dalam waktu
dekat ini. Diantaranya, sikap APBGATI terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 Tentang Cipta Kerja, Sikap APBGATI Terkait Surat Edaran (SE) Menteri
Ketenagakerjaan Nomor M/ 1 1/HK. A4/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun
2021 dimasa pandemi Covid-19.
Menurut Elly, sejauh ini sudah ada tiga
gubernur yang menentang Surat Edaran Menteri berkaitan dengan tidak ada
kenaikan upah di 2021, harus mengikuti upah 2020. Mereka adalah Gubernur Jawa
Tengah menaikkan 3,27 persen, lalu Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta juga 3
persen, DKI Jakarta dengan syarat sektor yang sanggup menaikkan.
“Kita berharap teman-teman buruh di
daerah masing-masing akan memperjuangkan agar upahnya naik. Harapannya upah
naik, kalalu tidak aksi-aksi buruh akan berlanjut, seperti sekarang masih
berlanjut menolak Surat Edaran Menteri, masih mendemo gubernur-gubernur yang
tidak punya hati yang tidak mau menaikkan. Lalu, nanti kita akan dorong untuk
dilakukan dialog sosial dengan manajemen dan dibuat di Perjanjian Kerja Bersama
(PKB),” ucap Elly.
Perumusan agenda selanjutnya adalah
sikap APBGATI terkait relokasi tgsl di wilayah wilayah industri baru, agenda
join komitmen dengan membangun sosial dialog bersama APINDO, APRISINDO dan API,
membangun perwakilan APBGATI di tiap daerah, membahas kelanjutan logo APBGATI,
membahas dan membuat rekening Bank atas nama APBGATI, penyusunan statute, serta
pembuatan website APBGATI.
Hasil rekomendasi itu akhirnya juga
dibentuk tim kecil untuk membahas kelanjutan agenda yang telah disepakati.
Adapun tim kecil ini direkomendasikan dari perwakilan APBGATI antara lain, Dion
Untung Wijaya (TSK SPSI), Helmy Salim (TSK KSPSI), Suhendi (SBSI 92), Benny
Rusli (KSPN), Abdullah Affas (Sarbumusi), Ary Joko Sulistyo (FSB GARTEKS
KSBSI).
Helmy Salim perwakilan Tekstil Sandang Kulit
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (TSK KSPSI) mengatakan
terbentuknya APBGATI merupakan langkah yang baik menyatukan kekuatan buruh. Dia
berharap agar setiap perwakilan serikat pekerja/buruh yang telah membentuk
wadah APBGATI, lebih membela kepentingan buruh.
Dia tak membantah ketika Indonesia
terdampak pandemi Covid-19, banyak buruh di sektor garmen, alas kaki dan
tekstil menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan. Tentunya
menyelesaikan masalah ini sulit kalau hanya ditangani aktivis buruh ditengah
ancaman resesi ekonomi.
“APBGATI harus bisa berinisiatif
menciptakan sosial dialog. Dengan mengajak duduk bersama perwakilan pemerintah,
pengusaha seperti APINDO, API dan ASPRINDO mencari solusinya. Sebab yang paling
mengetahui masalah ini buruh dan pengusaha. Jadi mari kita berdialog secara
transparan,” ujarnya
Helmy juga menyampaikan APINDO beserta
organsisasi pengusaha lainnya harus komitmen dalam sosial dialog. Karena,
banyak pengusaha mengabaikan hak terhadap buruh yang terkena PHK dan dirumahkan
ditengah pandemi. Ada juga perusahaan tidak terdampak Covid-19, sengaja
mengurangi pekerjanya dengan memanfaatkan situasi. Sementara, pemerintah
terkesan tidak bersikap tegas.
Sementara Astrid perwakilan dari CNV
International mengapresiasi terbentuknya APBGATI ditengah kekuatan buruh yang
kian melemah. Karena minat pekerja untuk berserikat semakin menurun. Ditambah
lagi, Covid-19 sangat berdampak pada industri garmen, alas kaki dan tekstil.
Untuk itu, sangat dibutuhkan pemecahan
masalah ini secara tepat, melalui dialog dan lobi dengan pemerintah, APINDO
beserta organisasi pengusaha lainnya. Dengan terbentuknya APBGATI, dia berharap
posisi tawar serikat pekerja/buruh menjadi wadah penyadaran buruh masuk
organisasi buruh.
Sejauh ini, CNV International melihat
perkembangan sosial dialog mengalami kemajuan. Aktivis buruh tidak alergi lagi
menyelesaikan masalah perselisihan hubungan industrial dengan pengusaha melalui
non litigasi. Termasuk, pengusaha semakin membuka pintu dan menganggap sosial
dialog solusi yang efektif, tidak membuang waktu dan tenaga.
“Terbentuknya APBGATI merupakan
terobosan dan sejarah baru yang sejalan dengan visi misi CNV International.
Tentunya kami tetap mendukung langkah APBGATI dalam memperjuangkan hak buruh,”
ucapnya.sumber:theindonews.comT
Beri komentar