KataBuruh.com, Jakarta-Sejumlah
serikat pekerja berencana menghidupkan kembali Partai Buruh untuk menghadapi
Pemilu 2024. Namun, tak semua serikat buruh setuju dengan wacana ini.
Elly Rosita Silaban Presiden KSBSI
KataBuruh.com, Jakarta-Sejumlah
serikat pekerja berencana menghidupkan kembali Partai Buruh untuk menghadapi
Pemilu 2024. Namun, tak semua serikat buruh setuju dengan wacana ini.
Presiden
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban
mengungkapkan, Partai Buruh prospeknya suram. Sebab, dalam banyak sejarah,
pendirian Partai Buruh sering berakhir dengan kisah pilu.
"Karena
kebanyakan berpikir akan sukses dengan jumlah potensi suara pekerja yang
masif," ingat Elly dalam keterangannya kepada RM.id, Sabtu (2/10).
Diungkapkan
Elly, kehebatan Labour Party di Inggris, Australia, Wales, New Zealand, terjadi
karena kekhasan kelompok commonwealth countries. Sedangkan situasi tersebut
tidak bisa dialami negara lainnya, kecuali Norwegia, Israel, Brasil dengan
Partido Trabalhista yang memiliki kaum kiri yang banyak. "Itulah sebabnya
di luar negara-negara ini, umumnya Partai Buruh gagal total," sebutnya.
Elly
mengingatkan, mendirikan Partai Buruh tidak cukup dengan modal angka data
statistik jumlah buruh yang tahun ini berjumlah 128 juta. Atau hanya karena
ketidakpuasan politik, apalagi romantisme aktivis buruh.
Dari
pengalaman sejarah Partai Buruh, inilah prasyarat Partai Buruh di negara lain
sukses, sementara di negara lainnya banyak gagal.
Pertama,
papar Elly, saat Labour Party di Inggris, Australia, Austria, New Zeland
didirikan, jumlah buruh yang menjadi anggota serikat buruh (trade union
density) sudah 35 persen dari keseluruhan buruh nasional.
Bandingkan
dengan Indonesia yang hanya 2,7 juta hanya 2 persen dari total pekerja. Ini
menjadi parameter penting karena sebagai basis potensi pemilih. "Untuk
angka threshold partai politik saja jumlah 2,7 juta ini tidak cukup. Padahal
belum tentu semua memilih Partai Buruh," sebutnya.
Kedua,
lanjut dia, hanya boleh ada satu serikat konfederasi nasional di negara
tersebut, agar saluran politik buruh hanya melalui satu serikat tunggal.
Bandingkan dengan Indonesia yang memiliki ratusan serikat buruh. Misalnya di
Inggris hanya satu (Trade Union Council), Australia (Australian Trade Union
Confederation) dan lainnya. Kecuali di Brasil ada beberapa serikat, karena
memang beda sejarah dengan negara persemakmuran.
Ketiga,
tambah Elly, sejumlah partai politik biasanya hanya dua kadang ada partai
konservatif versus Partai Buruh, atau partai nasionalis versus Partai Buruh.
Karena kalau banyak partai, suara buruh akan terpecah ke beberapa partai.
Mengapa
serikat buruh di USA, German, Prancis, Austria, Denmark, Belgia, Italia, dan
lainnya tidak menggunakan Partai Buruh? Tetapi malah memakai Partai Sosial
Demokrat? Karena mereka tidal memiliki salah satu atau tiga alasan di atas.
Mengapa
Leach Walesa, Polandia saat revolusi tidak menggunakan Partai Buruh malah
dengan serikat Solidarnoz? Mengapa India, Jepang, Korea, Philippina dan lainnya
gagal mendirikan PB? Lagi-lagi karena alasan tersebut.
"Saya
memilih lebih baik belajar dari pengalaman orang lain, ketimbang membayar mahal
kegagalannya. Namun, karena bikin Partai Buruh adalah hak konsitusional, jadi
silakan, mana tau sejarah dunia lain tidak berlaku di Indonesia,"
pungkasnya.
Sejumlah
organisasi serikat pekerja berencana menghidupkan kembali Partai Buruh untuk
berpartisipasi pada Pemilu 2024
mendatang. Ada sejumlah serikat buruh yang akan mendirikan Partai Buruh.
Di antaranya
Rumah Buruh Indonesia-FSPMI, Rumah Buruh Indonesia-KSPI, Organisasi Rakyat
Indonesia-KSPSI, KPBI, Rumah Buruh Indonesia-FSP KEP, dan Rumah Buruh
Indonesia-FSP FARKES.
Selain itu,
ada pula pengurus partai buruh yang lama, Serikat Petani Indonesia (SPI), Forum
Pendidik dan Tenaga Honorer Swasta Indonesia (FPTHSI) dan Gerakan Perempuan
Indonesia (GPI) turut jadi pendiri. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja
Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, rencana pendirian Partai Buruh ini
karena selama ini suara-suara dari kelompok buruh tidak pernah terakomodir di
parlemen.
"Suara
kaum buruh dan petani nelayan serta konstituen partai buruh harus diberikan
kesempatan yang sama melalui jalur parlemen," ujar Said Iqbal. (sumber:
RM.id Rakyat Merdeka)
Beri komentar