Pernyataan itu muncul dalam rangka memperingati 22 tahun terjadinya penembakan brutal oleh aparat keamanan terhadap aksi demonstrasi damai para mahasiswa di Kampus Atmajaya dan area jembatan Semanggi pada 13-14 November 1998.

Dalam pernyataannya, mereka mengapresiasi sebesar-besarnya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 4 November 2020 yang menilai Jaksa Agung Republik Indonesia telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Sebab, Jaksa Agung menyatakan bahwa Tragedi Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran HAM berat.

"Putusan ini (No: 99/G/2020/PTUN-JKT) merupakan jawaban atas gugatan keluarga korban yang diwakili oleh Koalisi melawan Jaksa Agung," demikian bunyi pernyataan tertulis Koalisi yang diterima Kompas.com, Sabtu (14/11/2020).

Dalam putusan Majelis Hakim menjelaskan, pernyataan Jaksa Agung dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, mengandung kebohongan (bedrog), melanggar asas-asas pemerintahan yang baik, dan bertentangan dengan nilai hukum keputusan MK No. 18 /PUU/V/2008.

Menurut Koalisi, putusan ini harus menjadi pelajaran Jaksa Agung untuk mengamalkan asas-asas pemerintahan yang baik, bekerja sesuai fakta dan berhati-hati dalam bertindak serta membuat pernyataan.

Sementara itu, ibu dari salah satu mahasiswa yang menjadi korban Tragedi Semanggi I Maria Katarina Sumarsih berharap, Jaksa Agung dapat menerima putusan PTUN tersebut.

"Selaku keluarga korban, saya meminta Jaksa Agung untuk menyelidiki berkas Komnas HAM ke tingkat penyidikan sesuai dengan UU pengadilan HAM," jelas Maria.

Koalisi menilai, korban dan keluarga korban Semanggi memiliki hak atas jaminan dan kepastian hukum.sumber: kompas.com

 

 



Komentar

Beri komentar