Organisasi Buruh Internasional (ILO) di bawah naungan PBB memperkirakan 56 persen (sekitar 60 juta) pekerja menghadapi risiko tergantikan oleh otomatisasi di Indonesia.

Sudah menjadi fenomena global, termasuk di Indonesia, bahwa perempuan yang bekerja di industri STEM (sains, teknologi, teknik dan matematika) banyak terkonsentrasi di pekerjaan dengan tingkat keterampilan rendah. Sekitar 56 persen pekerja di kelompok negara ASEAN-5, termasuk Indonesia, berisiko tinggi tergantikan oleh teknologi dalam 10-20 tahun mendatang. Sebagian besar pekerjaan tersebut dilakukan oleh perempuan. Data menunjukkan, perempuan 20 persen lebih berisiko kehilangan pekerjaan dibandingkan pria akibat dari otomatisasi.

"Teknologi memainkan peran kunci dalam mencapai pekerjaan yang layak dan kesetaraan gender," kata Michiko Miyamoto, Direktur ILO untuk Indonesia dalam acara diskusi bertajuk "Perempuan dan Pekerjaan Masa Depan: Aspirasi Perempuan dalam STEM" di Jakarta, Jumat (07/2).

Mengingat pekerja perempuan umumnya bekerja dalam jenis pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan sains, teknologi, teknik dan matematika (STEM), mereka berpotensi 1,2 kali lebih besar untuk menjalani pekerjaan yang berisiko terhadap otomatisasi di semua industri.

ementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia mengelola dan mengawasi sekitar 303 fasilitas pendidikan dan pelatihan vokasi serta teknis di seluruh Indonesia. Fasilitas-fasilitas ini menawarkan berbagai pelatihan yang spesifik ke pekerjaan-pekerjaan tertentu bagi perempuan maupun laki-laki. Namun, tidak ada strategi khusus untuk kesetaraan gender dengan menarik lebih banyak partisipasi perempuan dalam program yang banyak didominasi oleh laki-laki dan sebaliknya.

Pada kenyataannya, norma sosial dan tingkah laku, terutama di wilayah perdesaan dan kelompok ekonomi kelas bawah, masih banyak mendorong perempuan untuk berada di rumah, di mana persepsi ini mungkin mempengaruhi keputusan para perempuan muda dalam mengejar pendidikan lanjut, termasuk karir kerja.

Perempuan yang telah memiliki posisi lebih tinggi dari suaminya atau memiliki anak kemungkinan tidak didorong untuk meneruskan karir profesional karena adanya harapan sosial, terutama dalam bidang STEM seperti teknik mesin yang banyak didominasi laki-laki, sehingga perempuan mungkin tidak disarankan menekuni bidang tersebut.

Solusi yang Ditawarkan ILO

ILO berkomitmen dalam mengembangkan dan menyampaikan agenda ekonomi yang berpusat pada manusia di skala internasional dan meminta organisasi-organisasi terkait untuk memusatkan perhatian pada pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi yang tertuang dalam laporan hasil pertemuan Komisi Global untuk Pekerjaan Masa Depan.

Program Perempuan dalam STEM yang dilakukan ILO mendapat dukungan dari JP Morgan (Institusi perbankan komersial dan investasi yang berpusat di Amerika Serikat) dan bertujuan untuk memperkuat hubungan antara perusahaan, mitra sosial dan pusat pelatihan vokasi.

Ini dilakukan untuk menciptakan peluang kerja yang lebih besar bagi perempuan melalui peningkatan jumlah penerimaan, retensi, dan pengembangan kapasitas perempuan dalam pekerjaan terkait STEM sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan mencegah perempuan kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi.

Program Perempuan dalam STEM bertujuan untuk meningkatkan akuisisi dan adopsi keterampilan STEM teknis dan non teknis oleh perempuan dalam berbagai sektor STEM pilihan termasuk informasi dan teknologi (IT), sehingga program ini dapat berkontribusi dalam mengurangi ketidaksesuaian keterampilan yang berimbas pada produktivitas pekerja dan daya saing perusahaan di zaman yang terus berubah dengan sangat cepat ini.

Program ini berkolaborasi dengan institusi pendidikan dan pelatihan teknis serta vokasi publik seperti Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Bekasi, sebuah Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP) bentukan Kementerian Ketenagakerjaan, yang bertujuan meningkatkan akses perempuan terhadap peluang kerja dalam bidang IT melalui berbagai pelatihan keterampilan di bidang tersebut.

Pendidikan vokasi memberi peluang besar untuk akuisisi dan memperbarui keterampilan kerja yang bisa mengurangi pengangguran. Oleh karena itu, lembaga pendidikan vokasi harus dimanfaatkan secara maksimal dalam memberikan pelatihan, pelatihan ulang dan mendorong perempuan untuk terjun ke dalam dunia kerja dengan meningkatkan kualifikasi mereka dan mengurangi kesenjangan gender yang ada. Reporter Magang : Roy Ridho [pan] sumber: merdeka.com



Komentar

Beri komentar