Pemerintah sendiri telah mengklaim
sudah memiliki solusi untuk mengantisipasi ancaman tersebut. Diantaranta, membuat pemetaan atas pekerjaan
yang rentan hilang dan yang bisa diciptakan ke depan. Kemudian mengembangkan kemampuan
Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia.
Supardi Ketua Umum (Ketum) Dewan
Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Makanan Minuman Pariwisata Hotel dan Tembakau
(Sekjen DPP FSB Kamiparho) mengatakan bahwa mau tidak mau, rakyat Indonesia
harus beradaptasi dengan kehadiran revolusi industri 4.0. Sebab, teknologi
digitalisasi, otomatisasi dan robotisasi cepat atau lambat menjadi kebutuhan
manusia.
Dia menjelaskan, kehadiran
teknologi ini memang ada dampak mengancam pekerja kehilangan pekerjaan,
terutama di perusahaan sektor padat karya. Tapi kalau untuk di pekerjaan perhotelan,
makanan, minuman, tembakau belum begitu berdampak. Namun di sektor perusahaan
perikanan dan rokok bakal mulai terdampak.
“Sebab, salah satunya industri
rokok ini kan jenis perusahaan padat karya yang melibatkan ribuan pekerja.
Kemungkinan besar buruhnya bakal banyak digantikan tekonologi digitalisasi,
otomatisasi dan robotisasi. Apalagi karakter pengusaha itu praktis dalam
berbisnis.
“Jadi, kalau dia melihat ada
teknologi canggih bisa membuat biaya produksi lebih murah, maka mereka memilih mengurangi
tenaga manusia,” ucapnya, saat diwawancarai, di Kantor Konfederasi Serikat
Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Cipinang Muara, Jakarta Timur, Jumat
(5/11/2021).
Ia juga mengkritik pemerintah
yang dinilai tidak serius menjalankan program vokasi (pelatihan). Dimana,
program itu untuk meningkatkan SDM kepada angkatan muda kerja generasi muda
saat menghadapi Bonus Demografi 2030. Bahkan, mengajak perwakilan serikat buruh/pekerja
untuk merumuskan konsep program vokasi sangat minim.
“Kalau saya lihat program vokasi yang
dijalankan pemerintah melalui beberapa kementerian terkesan setengah hati dan tidak
tepat sasaran untuk kebutuhan pasar kerja. Mereka hanya memikirkan kepentingan
pribadi dan kelompoknya saja dari pada masa depan kaum muda kita,” ungkapnya.
Apalagi ketika Indonesia ikut
terkena pandemi Covid-19, jutaan buruh kehilangan pekerjaan. Sampai hari ini
mereka juga masih banyak belum mendapatkan pekerjaan, sementara pemerintah
belum optimal memberikan solusi lapangan pekerjaan.
“Bahkan ketika mereka mendapatkan
akses ikut program vokasi di Balai Latihan Kerja (BLK) juga masih susah
mendapatkannya. Kalau pun buruh ter-PHK ini ikut program dari BPJS
Ketenagakerjaan, terkait jaminan kehilangan pekerjaan syaratnya sangat susah didapatkan,”
kata Supardi.
Artinya, uang negara yang
digelontorkan sudah begitu banyak, tapi, hasilnya tidak maksimal. Sarannya, pemerintah harus lebih intens menggandeng
serikat buruh/pekerja untuk merumuskan program vokasi. Karena mengerti kondisi
dan persoalan di lapangan.
Rencananya, tanggal 8 bulan ini
Kementerian Ketenagakerjaan mengajak pihaknya melihat kondisi BLK di Pasar Rebo
Jakarta Timur. Setelah kunjungan, pihaknya akan menilai, apakah alat belajar
dan praktik BLK apakah masih memakai mesin lama atau sudah ada pembaruan sesuai
kebutuhan pasar kerja.
“Saya berharap kaum muda harus
berinisitif menambah keahlian (skill) yang berbasiskan teknologi digitalisasi,
otomatisasi dan robotisasi. Kalau hanya berdiam diri, negara kita dipastikan kalah
daya saing dengan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang masuk ke Indonesia,” ungkapnya.
Sebab, dengan disahkannya
Undang-Undang No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, pemerintah semakin leluasa mengundang
investor negara luar untuk membangun perusahaannya di Indonesia. Para investor
ini juga dipastikan membawa mesin-mesin canggih serta SDM berkompeten.
“Jangan sampai, ketika investor
dari negara luar datang ke Indonesia tapi kwalitas tenaga kerja lokal tidak
memiliki kemampuan menggunakan mesin canggih. Sehingga akhirnya tersisih, karena
TKA yang dibawa investor bisa menjalankan teknologi digitalisasi, robotisasi
dan otomasitasi,” bebernya.
Evaluasi Kurikulum Pendidikan
Oleh sebab itu, Supardi memperingatkan pemerintah jangan
lalai. Dia menyarankan pemerintah harus merubah kurikulum berbasiskan
kompetensi. Jadi, materi pendidikan yang diberikan tidak lagi hanya sebatas teori.
Harus diseimbangkan dengan praktik dari pelajaran yang diterima. Kemudian
menghidupkan BLK sampai tingkat kabupaten/kota dan bagi yang ingin mendaftar
tidak dipersulit.
“Termasuk materi pelajaran dan
peralatan praktik disetiap BLK harus diperbaharui sesuai era industri 4.0.
Setelah peserta yang mengikuti pelatihan wajib mendapatkan sertifikasi sesuai
bakat dan bidang mereka,” pungkasnya.
Intinya, Supardi menyampaikan
pemerintah Indonesia bisa memenangkan Bonus Demografi 2030, kalau sejak dini
mempersiapkan SDM dengan meningkatkan berbagai keahlian dalam dunia kerja.
Seperti yang dilakukan oleh Negara Cina, Jepang.
“Jadi elit-elit politik dan
birokrat berhentilah membangun ambisius kekuasaannya dan suka menciptakan
kegaduhan politik. Belajarlah kepada pemimpin negara maju. Mereka selalu
berorientasi memikirkan generasi mudanya agar SDM nya dibandingkan negara
lain,” lugasnya.
Dia sudah mensosialisasikan
kepada Dewan Pengurus Cabang (DPC) dan Pengurus Komisariat (PK) FSB KAMIPARHO
diberbagai daerah mengenai dampak teknologi digitalisasi, otomatisasi dan
robotisasi di dunia kerja. Sejauh ini memang dampaknya belum ada kepada
anggotanya di perusahaan .
“Tapi bukan tidak menutup
kemungkinan kedepannya bisa berdampak kepada anggota kami, seperti yang bekerja
di sektor perhotelan, makanan dan pariwisata,” tandasnya. (A1) berita ini telah tayang di ksbsi dengan judul Digitalisasi, Otomatisasi, Robotisasi Semakin Mengancam Buruh, Dan Bagaimana Pendapat Ketum FSB Kamiparho?
Beri komentar