Berhubung UU Cipta
Kerja tidak mengakomodir kepentingan serta mendegradasi hak buruh, maka langkah
yang dilakukan KSBSI tetap melakukan jalur hukum, dengan cara judicial review.
Ada beberapa poin pasal-pasal krusial yang akan di uji materi KSBSI nantinya di
MK. Seperti masalah persoalan
pesangon, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), kerja kontrak (outsourching)
yang diperluas.
“Setelah mengkaji UU
Cipta Kerja, kami menilai banyak pasal-pasal yang bermasalah dan sangat
bertentangan dengan nilai-nilai UUD 1945. Makanya, selain melakukan aksi demo,
KSBSI akan mempersiapkan langkah judicial review,” lugasnya, saat diwawancarai,
disela aksi demo yang dilakukan KSBSI hari ini disekitar Patung Kuda, Jakarta
Pusat, Senin, 12 Oktober 2020.
Tegasnya, Dedi
mengatakan kalau buruh tidak melakukan sikap kritis terhadap UU Cipta Kerja,
masa depan buruh di Indonesia semakin mengerikan. Salah satunya, segala bentuk
jenis pekerjaan saat ini telah menjadi status kontrak. Sehingga jaminan kerja
dan kelayakan hidup buruh menjadi buram, tanpa ada kejelasan.
“Kami mendesak agar
Presiden Jokowi segera mengeluarkan Perpu untuk membatalkan UU Cipta Kerja.
Walau kami tahu, posisi beliau saat ini memang dalam keadaan terjepit dan tak
mungkin mengeluarkan kebijakan Perpu,” ungkapnya.
Selain itu KSBSI juga
telah mengintruksikan kepada semua pengurus federasi yang berafiliasi dengan
KSBSI melakukan aksi serentak di 25 provinsi dan kabupaten/kota dari 12-16
Oktober ini. Sebab, pemerintah dan DPR tidak konsisten dengan janji politiknya
untuk mengakomodir kepentingan buruh dalam UUCipta Kerja.
“KSBSI salah satu
perwakilan serikat buruh yang ikut dalam agenda Tripartit Nasional salah satu
serikat buruh yang menjadi korban dibohongi oleh pemerintah dan DPR, karena
mereka tidak menepati janji politiknya mengakomodir kepentingan buruh, sesuai kesepakatan
agenda Tripartit Nasional,” tutupnya. (A1)
Beri komentar