Cipta Kerja/Perppu Cipta Kerja Dipersoalkan di Sidang ILO Jenewa

Delegasi buruh berpose bersama pemerintah sesaat sebelum pembahasan kasus Indonesia. Wamen Kemnaker (tengah depan) (foto istimewa)

Cipta Kerja/Perppu Cipta Kerja Dipersoalkan di Sidang ILO Jenewa

International

KataBuruh.com, JENEWA - ILC-111 Jenewa, Hari ini, pukul 15.00 waktu setempat atau 20.00 waktu Jakarta pada, Kamis, 8 Juni 2023, sidang ILO mengangkat persoalan indikasi pelanggaran kebebasan berserikat dan perundingan bersama dengan munculnya UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Dalam sidang tersebut, Perdebatan panjang dan saling mengcounter isu terjadi sangat ketat, antara pemerintah Indonesia yang memberikan pembelaan dengan serikat buruh yang menggugat regulasi spektakuler tersebut.

Sementara itu, seperti diduga, pengusaha berada pada sisi pemerintah yang secara jelas menyampaikan pembentukan UU Cipta Kerja adalah untuk stimulus investasi.


Tak kurang dari 6 intervensi serikat buruh kuat yang berasal dari Amerika Serikat, Brazil, Korea Selatan, Belanda dan Australia mengulas sudut pandang berbeda atas buruknya Perppu dan Cipta Kerja, mulai dari persoalan prosedur pembuatan undang-undang yang inkonstitusional, substansi berbagai aturan turunan yang mendegradasi hak buruh terkait upah, outsourcing, buruh kontrak dan kebebasan berserikat sampai pada pemerintah yang telah diminta Mahkamah Konstitusi membatalkan serta memperbaiki regulasi tetapi pemerintah justru memaksakan diri melahirkan undang-undang baru serupa dengan alasan perang Rusia Ukraina dan kemudahan investasi.

Sorotan yang cukup mengundang dengung peserta cukup signifikan Ketika Clare Middlemas dari ACTU Australia yang menjadi juru bicara utama buruh menyoroti kasus “stay cation” buruh perempuan di Jawa Barat yang harus bersedia diajak bermalam pengusaha kalau mau melanjutkan kontrak kerjanya.

Sebanyak 3 pengusaha dari Amerika Serikat, Belarus, Algeria, Yunani dan Brunei Darussalam yang mewakili ASEAN membela pemerintah Indonesia dengan mendukung statemen pemerintah yang disampaikan Surya Lukita Warman dari Kemnaker RI, bahkan secara tersirat mengakui perlunya perbaikan undang-undang ini.

Sementara sanggahan pengusaha yang disampaikan Myra Hanartani-APINDO mencoba memperkuat argumen pentingnya stimulus ekonomi dan beberapa ulasan yang menunjukkan perbaikan kondisi perburuhan di Indonesia termasuk bertumbuhnya pekerjaan, sekaligus meningkatnya keberadaan serikat buruh, dapat disimpulkan bahwa kebebasan berorganisasi tidaklah memburuk, tetapi juga meminta ILO memberi bantuan teknis untuk menyikapi persoalan ini.

Sanggahan tambahan yang makin membuktikan buruknya imbas Cipta Kerja dan Perppu disampaikan oleh 3 observer dari IndustryAll, BWI dan PSI dengan beberapa kasus tingkat perusahaan dan sektor berbeda yang diakhiri juru bicara buruh Clare Middlemas bahwa ulasan yang disampaikan membuktikan Indonesia dalam kondisi serius terhdapa pelanggaran kebebasan berorganisasi dan berunding bersama.

Eksploitasi, diskriminasi adalah bukti lemahnya implementasi konvensi 98 di negri ini. Tidak ada progress yang cukup baik dan pemerintah duduk bersama buruh untuk membahas isu dan kasus-kasus tersebut. Jadi, pemerintah sudah seharusnya menunda dan mengamandemen pemberlakuan UU No 6 tahun 2023, juga secara konkrit mendukung implementasi perundingan bersama di tingkat wilayah dan perusahan. Pada akhirnya buruh meminta komite membuat direct kontak mission di Indonesia.

Komite khusus Norma Standard yang menjadi Komite terpenting di ILO akan mendalami kasus ini dan mengambil keputusan sebelum tanggal 12 Juni menjelang berakhirnya sidang tahunan ILO 2023. (*)



Komentar

Beri komentar