Dalam
sidang tersebut, Perdebatan panjang dan saling mengcounter isu terjadi sangat
ketat, antara pemerintah Indonesia yang memberikan pembelaan dengan serikat
buruh yang menggugat regulasi spektakuler tersebut.
Sementara
itu, seperti diduga, pengusaha berada pada sisi pemerintah yang secara jelas
menyampaikan pembentukan UU Cipta Kerja adalah untuk stimulus investasi.
Tak
kurang dari 6 intervensi serikat buruh kuat yang berasal dari Amerika Serikat,
Brazil, Korea Selatan, Belanda dan Australia mengulas sudut pandang berbeda
atas buruknya Perppu dan Cipta Kerja, mulai dari persoalan prosedur pembuatan
undang-undang yang inkonstitusional, substansi berbagai aturan turunan yang mendegradasi
hak buruh terkait upah, outsourcing, buruh kontrak dan kebebasan berserikat
sampai pada pemerintah yang telah diminta Mahkamah Konstitusi membatalkan serta
memperbaiki regulasi tetapi pemerintah justru memaksakan diri melahirkan
undang-undang baru serupa dengan alasan perang Rusia Ukraina dan kemudahan
investasi.
Sorotan
yang cukup mengundang dengung peserta cukup signifikan Ketika Clare Middlemas
dari ACTU Australia yang menjadi juru bicara utama buruh menyoroti kasus “stay
cation” buruh perempuan di Jawa Barat yang harus bersedia diajak bermalam
pengusaha kalau mau melanjutkan kontrak kerjanya.
Sebanyak
3 pengusaha dari Amerika Serikat, Belarus, Algeria, Yunani dan Brunei
Darussalam yang mewakili ASEAN membela pemerintah Indonesia dengan mendukung
statemen pemerintah yang disampaikan Surya Lukita Warman dari Kemnaker RI,
bahkan secara tersirat mengakui perlunya perbaikan undang-undang ini.
Sementara
sanggahan pengusaha yang disampaikan Myra Hanartani-APINDO mencoba memperkuat
argumen pentingnya stimulus ekonomi dan beberapa ulasan yang menunjukkan
perbaikan kondisi perburuhan di Indonesia termasuk bertumbuhnya pekerjaan,
sekaligus meningkatnya keberadaan serikat buruh, dapat disimpulkan bahwa
kebebasan berorganisasi tidaklah memburuk, tetapi juga meminta ILO memberi
bantuan teknis untuk menyikapi persoalan ini.
Sanggahan
tambahan yang makin membuktikan buruknya imbas Cipta Kerja dan Perppu
disampaikan oleh 3 observer dari IndustryAll, BWI dan PSI dengan beberapa kasus
tingkat perusahaan dan sektor berbeda yang diakhiri juru bicara buruh Clare
Middlemas bahwa ulasan yang disampaikan membuktikan Indonesia dalam kondisi
serius terhdapa pelanggaran kebebasan berorganisasi dan berunding bersama.
Eksploitasi,
diskriminasi adalah bukti lemahnya implementasi konvensi 98 di negri ini. Tidak
ada progress yang cukup baik dan pemerintah duduk bersama buruh untuk membahas
isu dan kasus-kasus tersebut. Jadi, pemerintah sudah seharusnya menunda dan
mengamandemen pemberlakuan UU No 6 tahun 2023, juga secara konkrit mendukung
implementasi perundingan bersama di tingkat wilayah dan perusahan. Pada
akhirnya buruh meminta komite membuat direct kontak mission di Indonesia.
Komite
khusus Norma Standard yang menjadi Komite terpenting di ILO akan mendalami
kasus ini dan mengambil keputusan sebelum tanggal 12 Juni menjelang berakhirnya
sidang tahunan ILO 2023. (*)
Beri komentar