“Dua tahun kemarin Menaker memang membuat kebijakan SE THR Keagamaan
yang saya nilai tidak memihak buruh. Serta tidak ada dasar hukumnya. Ditambah
lagi kewajiban THR tersebut boleh dicicil oleh pengusaha dengan alasan pandemi
Covid-19,” ucapnya saat diwawancarai di Cipinang Muara Jakarta Timur, Senin
(18/4/2022).
Trisnur juga menegaskan SE THR 2022 ini belum bisa menjadi
jaminan bagi buruh dilapangan untuk untuk mendapatkan THR setuhnya. Sebab, laporan
dari DPC FSB GARTEKS KSBSI Kabupaten Bogor Jawa Barat, ada pengurus dan anggota
mereka disalah satu perusahaan yang tahun ini bakal kembali membayar THR secara
bertahap.
“Mendengar laporan tersebut, langsung saya katakan perusahaan
tidak boleh lagi membayar THR dengan cara mencicil. Pengusaha harus patuh
dengan SE THR Keagamaan Tahun 2022, apabila melawan maka ada sanksi tegasnya,” tegas
Trisnur.
Tegasnya, Trisnur menyampakan SE THR Keagamaan Tahun 2022
harus dikawal ketat oleh aktivis serikat buruh. Sebab, sebelum terjadi pandemi,
pemerintah setiap tahun menerbitkan surat edaran bersama posko pengaduan THR.
Tapi hasil pengaduan tersebut dinilanya tidak efektif. Pasalnya, setiap buruh
yang melaporkan perusahaan tidak membayar kewajiban THR, pemerintah tidak
pernah memberikan sanksi tegas.
“Sampai hari ini sikap pemerintah memang masih abu-abu untuk
memberikan perlindungan kepada buruh,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Trisnur berharap tahun ini, Kementerian
Ketenagakerjaan (Kemnaker) harus berani menindak tegas bagi pengusaha yang
tidak menjalankan kewajiban THR Keagamaan. Serta menghilangkan stigma negatif
yang selama ini dicap Menaker rasa pengusaha. “Kalau tahun ini ada pengusaha
yang melakukan pelanggaran THR Keagamaan, jangan ragu bersikap tegas,”
ungkapnya.
Selain itu, ia menjelaskan kalau melihat legalitasnya, sanksi
hukum bagi pengusaha yang tidak menjalankan kewajiban THR Keagamaan itu sudah
ada. Namun yang jadi persoalan, pemerintah saja yang selama ini tidak bersikap
tegas. Nah, langkah advokasi yang dilakukan serikat buruh saat ada anggotanya
tidak mendapatkan THR Keagamaan juga tetap ada.
“Salah satunya melakukan perlawanan lewat jalur hukum sesuai
peraturan yang berlaku. Dan intinya THR Keagamaan itu tak hanya berlaku kepada buruh/pekerja
formal. Kepada pekerja informal pun wajib diberikan, sepanjang mereka bekerja
kepada majikannya,” ucap Trisnur. (A1)
Beri komentar