Hal yang sama juga disuarakan
oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau (KMSPT), sekaligus
menaruh harapan besar pada pemerintahan baru Prabawo-Gibran untuk lebih peduli
pada masa depan anak-anak Indonesia dari bahaya adiktif produk tembakau seperti
rokok konvensional, vape dan rokok elektrik lainnya.
“Kami sangat menyesalkan
buruknya upaya pengendalian tembakau dan produk tembakau di era Jokowi yang
menyebabkan masih tingginya prevalensi perokok khususnya perokok anak di
Indonesia,” ujar Ifdhal Kasim selaku Koordinator KMSPT saat konferensi pers
Tinjauan Kritis terhadap Peran Pemerintah dalam Isu Pengendalian Tembakau,
Jumat (26/07).
“Kami berharap dan mendorong
pemerintahan yang baru nanti, pemerintahan Prabowo-Gibran, lebih berani dan
tegas mengendalikan produksi, distribusi dan konsumsi produk tembakau demi
melindungi generasi muda Indonesia,” lanjutnya.
Ketua Komnas HAM periode
2007-2012 ini menekankan pentingnya tanggung jawab negara dalam melindungi hak
atas kesehatan masyarakat sebagai hak yang fundamental yang diatur secara jelas
dalam dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan terkait. Oleh karena
itu, peran negara (pemerintah) dibutuhkan untuk melindungi hak kesehatan publik
khususnya kelompok rentan sebagai pelaksanaan amanat UUD, UU Hak Asasi Manusia,
serta Perjanjian Internasional tentang HAM khususnya Kovenan Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya dan peraturan perundang-perundangan terkait.
Ketua Komnas HAM saat ini,
Atnike Nova Sigiro, yang hadir pada kesempatan tersebut juga mengamini apa yang
disampaikan oleh seniornya tersebut. Menurutnya, dalam perspektif hak asasi
manusia, persoalan bahaya tembakau dan produk tembakau melingkupi pelanggaran
terhadap perlindungan hak atas kesehatan, termasuk hak atas kesehatan
reproduksi, hak perempuan, hak untuk bekerja, juga hak atas lingkungan yang
bersih dan sehat.
Negara memiliki 3 kewajiban
yakni kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia.
“Pertama, Kewajiban untuk
menghormati, berarti negara harus menahan diri dari pelanggaran hak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dalam konteks pengendalian tembakau, Negara
menahan diri untuk tidak mempromosikan produk tembakau yang berbahaya bagi
Kesehatan,” terangnya.
Kedua, kewajiban Negara untuk
melindungi, berarti Negara mengharuskan untuk mencegah campur tangan pihak
ketiga terhadap hak asasi manusia melalui regulasi yang mengatur industri
tembakau. Ketiga, negara berkewajibann untuk mengambil semua langkah baik
melalui regulasi, prosedur dan sumber daya untuk mewujudkan hak asasi manusia.
Ketiga kewajiban itu harus
dijalankan oleh Negara untuk memastikan terlindunginya hak asasi manusia dari
bahaya tembakau atau produk tembakau. pungkasnya seraya mendorong partisipasi
masyarakat sipil yang luas dalam mengawasi pemerintahan yang akan datang
terkait perlindungan dan pemenuhan hak-hak kesehatan publik.
Kegiatan konferensi pers
tersebut juga dihadiri oleh sejumlah tokoh, seperti Ibu Atnike Nova Sigiro
(Ketua Komnas HAM RI), Ibu Andri Yentri (Ketua Komnas Perempuan), Jasra Putra
(Wakil Ketua KPAI), Ibu Mesra Rahayu, Tenaga Ahli Ketua Komisioner Komisi
Nasiona Disabilitas (KND), dan pengendalian tembakau di Indonesia. Sejumlah
pihak yang hadir mengingatkan pemerintah saat ini untuk segera mengesahkan
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan (RPP Kesehatan) sebagai
percepatan implementasi UU No. 17/2023 tentang Kesehatan untuk kemajuan
pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.
Beri komentar