KSBSI menyiapkan demonstrasi
besar-besaran tingkat nasional di seluruh Indonesia, menolak terbitnya TAPERA.
Puncak aksi demonstrasi bakal digelar KSBSI di Istana Negara / Patung Kuda,
Selasa 9 Juli 2024.
Tak cuma menggelar aksi
demonstrasi, KSBSI juga siap menggugat (judicial review) UU TAPERA. Tim Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) KSBSI akan mengajukan permohonan Judicial Review UU No.
4/2016 tentang TAPERA ke MK, besok Selasa 9 Juli 2024.
Berlakunya PP No. 21 Tahun
2024 tentang Perubahan atas PP No. 25 Tahun 2020 sebagai turunan dari UU Tapera
telah mewajibkan semua buruh swasta dipotong gajinya sebesar 3 persen, dimana
dari nilai itu, upah buruh akan dipotong 2,5 persen dan sisanya 0,5 persen
pemotongan akan ditanggung pengusaha/pemberi kerja.
KSBSI beranggapan bahwa
pemotongan upah tersebut hanya menambah beban bagi buruh buruh di tengah
sulitnya ekonomi dan rendahnya kenaikan upah. UU TAPERA juga merupakan
pengingkaran tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan perumahan yang layak
dan murah bagi warga negara.
Melihat situasi dan kondisi
upah buruh buruh di Indonesia masih jauh dari kata layak dan sangat terbatas pendapatannya,
sangat tidak masuk akal jika pemerintah memaksakan UU TAPERA diberlakukan dua
tahun mendatang, yaitu tahun 2027.
KSBSI menegaskan, bahwa UU
No. 4/2016 tentang TAPERA melanggar hak konstitusional rakyat untuk mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja dengan
alasan-alasan sebagai berikut:
1. Upah masih kecil, belum
mencapai kebutuhan hidup layak (rata-rata Rp. 2,9 juta);
2. Buruh dan pengusaha telah
diwajibkan membayar iuran jaminan sosial yang cukup besar (buruh 4% &
pengusaha 11,74%);
3. Program Tapera tumpang
tindih dengan program BPJS ketenagakerjaan;
4. Buruh sudah banyak
memiliki rumah dengan cara mencicil;
5. Hubungan kerja PKWT yang
setiap saat dapat di PHK;
6. PHK merajalela akibat
perusahaan banyak tutup dan terseok-seok, dan pemudahan PHK dalam UU Cipta
Kerja;
7. UU TAPERA diskriminatif
(manfaat);
8. UU TAPERA membebani buruh
untuk menanggung beban yang seharusnya menjadi beban Pemerintah untuk membiayai
fakir miskin;
9. Inflasi tinggi.
Tuntutan KSBSI
Dengan alasan di atas, maka DEN KSBSI menyampaikan tuntutan sebagai berikut :
1. Menolak pemberlakuan UU TAPERA beserta aturan turunannya;
2. Menuntut Pemerintah untuk melakukan dialog yang terbuka dan transparan dengan pemangku kepentingan tentang kebijakan penyelenggaraan pembangunan perumahan rakyat tanpa membebani buruh/buruh melalui tabungan wajib;
3. Menuntut pemerintah melaksanakan Rekomendasi ILO Nomor 115 Tahun 1961 tentang Perumahan Buruh;
(***)
Beri komentar