“Menindaklanjuti hasil rapat
Plena DKN tanggal 27 Juni 2024 tentang isu TAPERA, dimana diputuskan DEN
bersama DPP Federasi akan melakukan aksi turun ke jalan menolak pemberlakuan UU
TAPERA beserta turunannya berkaitan dengan pasal-pasal yang bertentangan dengan
UUD 1945. Maka dengan ini DEN KSBSI menghimbau kepada DPP Federasi untuk
melakukan aksi Nasional Tolak TAPERA di seluruh wilayah Indonesia pada tanggal
9 Juli 2024.” demikian seruan DEN KSBSI kepada Pimpinan Pusat Federasi afiliasi
KSBSI yang ditandatangani langsung oleh Presiden dan Sekjen KSBSI, Elly Rosita
Silaban dan Dedi Hardianto dikutip Kantor Berita Buruh, Rabu (3/7/2024).
“Dengan ini DEN KSBSI (juga)
menyerukan kepada Korwil-Korwil KSBSI untuk melakukan aksi Nasional Tolak
TAPERA di wilayahnya masing-masing pada tanggal 9 Juli 2024.” demikian seruan
untuk Korwil KSBSI di tingkat Provinsi di seluruh Indonesia.
Adapun untuk aksi di Jakarta
9 Juli 2024 KSBSI siap menggeruduk Istana Negara Jakarta untuk meminta UU
TAPERA dicabut.
Beratkan Pekerja Buruh
KSBSI menilai, Undang-undang
kontroversi ini telah menual protes dan penolakan dari kalangan Buruh dan
pengusaha (Apindo), namun sayangnya beleid yang diatur dalam rancangan UU ini
tetap berjalan dan sudah disetujui menjadi Undang-Undang No.4 Tahun 2016 yang
efektif berlaku pada 2027.
“Jelas dan tegas UU TAPERA
ini diberlakukan harus menjadi undang-undang karena untuk lebih mudah melakukan
pengumpulan dana dari (Pemotongan) upah pekerja buruh.” terang Presiden KSBSI
Elly Rosita Silaban.
Berlakunya PP No.21 Tahun
2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 sebagai turunan dari UU
Tapera telah mewajibkan semua pekerja swasta dipotong gajinya sebesar 3 persen,
dimana dari nilai itu, upah buruh akan dipotong 2,5 persen dan sisanya 0,5
persen pemotongan akan ditanggung pengusaha/pemberi kerja.
KSBSI beranggapan bahwa
pemotongan upah tersebut hanya menambah beban bagi pekerja buruh di tengah
sulitnya ekonomi dan rendahnya kenaikan upah. UU TAPERA juga merupakan
pengingkaran tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan perumahan yang layak
dan murah bagi warga negara.
“Jelas pemotongan ini
memberatkan pekerja buruh,” tandasnya.
Elly menilai, melihat situasi
dan kondisi upah pekerja buruh di Indonesia masih belum layak dan sangat
terbatas pendapatannya. Maka, kata Elly, sangat logis jika Pemerintah tidak
menerapkan UU TAPERA. Oleh karena itu ia menegaskan KSBSI menolak UU TAPERA diberlakukan.
“Dengan ini KSBSI
menyampaikan dan menganjurkan kepada seluruh anggota di Indonesia bersama-sama
dengan tegas menyatakan menolak UU TAPERA diberlakukan.” tandasnya.
Tambahan Penderitaan Rakyat
Sementara itu, Korwil KSBSI
sekaligus Koordinator Lapangan aksi 9 Juli Jakarta mengatakan, sebagaimana
keputusan rapat pleno di perluas, KSBSI memutuskan aksi Tolak UU TAPERA dimulai
sejak tanggal 2 Juli sampai dengan tanggal 9 Juli dalam skala nasional.
“Dan itu adalah agenda
perlawanan KSBSI terhadap TAPERA. Puncaknya itu di tanggal 9 Juli,” kata Alson.
Ia mengungkap, sejak dua hari
lalu, DEN KSBSI telah mengeluarkan instruksi kepada Korwil KSBSI di Seluruh
Indonesia untuk melakukan aksi serentak yaitu tanggal 9 Juli.
“Walaupun tetap terbuka
kepada seluruh Korwil yang memang ingin melakukan aksi mulai tanggal 2 Juli
kemarin. Artinya tanggal 9 besok menjadi puncak dari perlawanan KSBSI skala
nasional.” terangnya.
Khusus untuk DKI Jakarta yang
menjadi barometer, DEN KSBSI hari ini melakukan rapat Teknik Lapangan (Teklap)
dengan mengundang Korwil KSBSI Jawa Barat dan Banten dan seluruh perwakilan DPP
Federasi dan departemen-departemen KSBSI.
“Teklap dipimpin langsung
Deputi Konsolidasi DEN KSBSI, Martua Raja Siregar,” kata Alson.
Dalam rapat ditentukan, aksi
di pusat Jakarta akan diikuti sedikitnya 2500 buruh KSBSI dengan titik sasaran
aksi adalah Istana Negara. Aksi ini merupakan aksi gabungan KSBSI di tiga
provinsi, Jawa Barat, Banten dan Jakarta.
“Estimasi sementara diikuti
lebih dari 2500 orang. Ini adalah angka sementara. Kemungkinan akan bertambah
lagi sebab sampai beberapa hari kedepan, Korwil-korwil akan berkoordinasi
dengan DPC-DPC Federasi untuk mengerahkan massa lebih banyak. Nah kita akan
melakukan aksi di Istana Negara,” tandasnya.
Menurut Alson, tuntutan aksi
adalah jelas Buruh menolak UU TAPERA. “TAPERA ini, bagi Buruh kepanjangannya
adalah ‘Tambahan Penderitaan Rakyat’, oleh karena itu harus dicabut dan
dibatalkan.” tegasnya.
“Jadi tidak cukup hanya
ditunda pelaksanaannya, bagi kita KSBSI tegas mengatakan, Tolak UU TAPERA,”
tegasnya. [RHW/REDKBB] berita ini ada di kantorberitaburuh.com
Beri komentar