ksbsi.orgElly Rosita Silaban, Presiden KSBSI yang juga Chair L20 Presidensi G20 Indonesia Tahun 2022 menghadiri agenda G20 Labor Employment Minissters'Meeting (LEMM) Presidensi G20 Brasil di Fortaleza, Brasil pada, 23-26 Juli 2024.
Dalam forum tersebut, Elly Rosita Silaban yang juga mewakili buruh Indonesia mendapat kesempatan untuk menjadi salah satu sesi panel dalam acara yang bertema "Strategi Transisi yang Adil untuk Mengatasi Dampak Sosial dari Perjuangan Melawan Perubahan Iklim."
Diantaranya yang juga menjadi narasumber yakni perwakilan dari Badan Energi Internasional dengan menyampaikan materi Menavigasi dampak sosial dari transisi energi. Lalu dari Fundacentro dengan membawakan materi Menavigasi dampak sosial dari perubahan iklim. Kemudian dengan contoh inisiatif Transisi yang Adil yang berhasil mengatasi dampak sosial dari perjuangan melawan perubahan iklim disampaiakn oleh Yolanda Díaz Pérez, Wakil Perdana Menteri Kedua Spanyol. Dan ada dari perwakilan dari Grup Mahindra yang dimoderatori oleh Veronica Nilsson, TUAC
Elly Rosita Silaban mengatakan bahwa sudah saatnya pemerintah berhenti menganggap krisis iklim sebagai peluang bisnis. Tahun ini saja suhu global mencapai ambang batas yaitu 1,5°C, untuk itu penting untuk menghindari dampak terburuk terhadap umat manusia. "Pekerja dan keluarga mereka harus menanggung akibat yang sangat besar karena kurangnya kebijakan perubahan iklim yang efektif." kata Elly
Di Indonesia, kasus-kasus krisis iklim yang berdampak pada pekerja misalnya, kenaikan muka air laut dan penurunan permukaan tanah (penurunan muka tanah) di pesisir utara Jawa Tengah diperkirakan 1-13 cm setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan banyak pabrik yang terkena dampak banjir pantai (banjir rob) bahkan terpaksa 2 pabrik tutup karena rusak parah, mengakibatkan 700 orang terkena PHK pada tahun 2023.
Pada bulan Maret 2024, banjir besar di Jawa Tengah berdampak pada dua kabupaten yang memiliki industri besar yaitu Kudus dan Demak yang mengakibatkan kerugian sekitar Rp. 617 miliar (USD 38 juta) untuk bisnis. Hal ini menyebabkan ketidakamanan kerja dan tertundanya pemberian kompensasi kepada pekerja pada saat perayaan hari raya Idul Fitri dengan ketentuan force majeure.
Menangani dampak sosial perubahan iklim dan kebijakan iklim sangat penting untuk itu perlunya memperhatikan dan mengembangkan langkah-langkah efektif yang benar-benar untuk menangani perubahan iklim. Serikat pekerja menyebutnya Transisi yang Adil. Hal ini didasarkan pada perlindungan dan pemajuan hak-hak buruh ILO. Pekerja dan serikat pekerjanya dipandang sebagai aktor dalam kebijakan iklim yang lebih baik. Pekerja yang terorganisir terlibat dalam proses dialog sosial untuk membuat perjanjian perundingan bersama di tingkat perusahaan, sektoral, dan nasional.
Di Indonesia, Elly Rosita Silaban mengatakan bahwa serikat pekerja secara aktif terlibat dalam diskusi mengenai Transisi yang Adil dan menyusun peta jalan transisi energi bagi pekerja sehubungan dengan transisi energi. "Meski hingga saat ini kami belum terlibat langsung dalam perumusan kebijakan, kami berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi bagian dalam diskusi." jelas Elly.
Di internal KSBSI sendiri dalam 5 tahun terakhir ini telah melakukan yang terbaik untuk membantu anggota kami di sektor yang terkena dampak langsung seperti kimia, pertambangan, otomotif, dan pertanian untuk mendapatkan klausul transisi energi dalam Perjanjian Perundingan Bersama mereka.
Saat ini, terdapat 10 Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di sektor-sektor yang terkena dampak langsung yang akan melindungi 1.500 anggota KSBSI di pabrik masing-masing selama transisi energi. Namun, hal ini masih jauh dari sempurna, karena hanya melindungi 1,5?ri anggota KSBSI yang terkena dampak langsung dan masih ada sekitar 100.000 anggota yang tidak terlindungi jika terjadi transisi energi di masa depan.
Keterlibatan pekerja dan serikat pekerja mereka akan menghasilkan kebijakan iklim yang lebih baik dan ambisius serta menjamin dukungan dari masyarakat. Kebijakan yang dianggap adil dan mendapat dukungan publik yang lebih besar. Bernegosiasi dengan serikat pekerja merupakan alat penting untuk mewujudkan keadilan dalam kebijakan yang akan memberikan dukungan kepada masyarakat. Hal ini penting bagi masyarakat yang benar-benar demokratis.
L20 dan Forum Kepemimpinan Transisi yang Adil merupakan momen unik untuk mempromosikan Transisi Adil yang berfokus pada buruh. Untuk menghasilkan kebijakan iklim yang lebih baik dan efektif. "Para Menteri Tenaga Kerja harus lebih terlibat. Mereka harus memberikan jaminan bahwa investasi dalam transisi iklim, energi terbarukan, kebijakan adaptasi, dan yang lainnya akan menghasilkan pekerjaan yang layak dan berkualitas." Ungkap Elly.
Lebih lanjut, mengenai pekerjaan buruk di bidang energi terbarukan, Elly mencontohkan bahwa seringkali hal ini tidak terjadi di Indonesia. Hingga saat ini, pemerintah belum memberikan peta jalan yang jelas untuk melibatkan pekerja dalam perumusan kebijakan. Tanpa partisipasi yang berarti dari serikat pekerja, akan menjadi rentan. Hal ini juga mencakup kelompok rentan lainnya, seperti perempuan dan komunitas penyandang disabilitas, yang akan memperparah kesenjangan ketimpangan di Indonesia.
"Baru minggu lalu, kami berkesempatan untuk mendiskusikan masalah ini dengan kelompok masyarakat sipil lainnya, dan kurangnya partisipasi yang berarti membuat kami takut bahwa kami secara sistematis akan tersisih dalam transisi ini." beber Elly.
Skema perlindungan sosial yang tepat harus memperhatikan pekerja dan keluarga mereka yang terkena dampak peralihan dari bahan bakar fosil. Skema perlindungan sosial seperti pengangguran dan jaminan kesehatan juga penting untuk menghadapi dampak buruk iklim seperti tekanan panas atau pengangguran akibat banjir atau badai.
Kementerian Tenaga Kerja mempunyai peran penting dalam mewujudkan sistem ini. Apa yang terjadi di Indonesia terkait perlindungan sosial dan iklim? Misalnya, apakah akan ada referensi mengenai perlindungan sosial dalam NDC baru di Indonesia?
Serikat buruh berusaha semaksimal mungkin untuk melindungi anggota dan pekerja di Indonesia. Namun, melihat kurangnya partisipasi Kementerian Tenaga Kerja dalam pembahasan transisi yang adil telah membelenggu dalam ketidakpastian. Oleh karena itu, Buruh Indonesia menuntut pemerintah untuk melibatkan Kementerian Tenaga Kerja dalam pembahasan kemitraan transisi yang adil dan juga melibatkan organisasi masyarakat sipil dan serikat pekerja untuk menjadi bagian dalam perumusan kebijakan. (RED/Handi) berita di atas ada di
ksbsi.org
Beri komentar