Laura dari ACV-CSC
International mengatakan Konfederasi Serikat Buruh Dunia (ITUC) baru saja
merilis hasil risetnya tentang perusahaan multinasional. Dimana membongkar
modus perusahaan global yang dikenal mengeluarkan produk terkenal, justru
mengeksploitasi buruh. Modus pelanggaran HAM yang dilakukan adalah, perusahaan
multinasional menunjuk beberapa rantai pasok perusahaan supllier untuk
mengerjakan bahan mentahnya, dimana sampai merekrut ribuan pekerja.
Namun, setelah
dilakukan investigasi dibeberapa negara, ternyata perusahaan multinasional ini terindikasi
mengksploitasi buruh dengan memberikan upah rendah. Eksploitasi tenaga kerja
tersebut banyak terjadi di negara berkembang. Seperti di Bangladesh, India
termasuk Indonesia. Bahkan, salah satu perusahaan otomotif terbesar, terlibat
melakukan eksploitasi anak-anak di dunia pertambangan.
Mirisnya, saat
terjadi konflik ketenagakerjaan di perusahaan supllier seperti buruh menuntut
upah layak, perusahaan multinasional tidak mau tanggung jawab. Karena berdasarkan
perjanjian, apabila terjadi perselisihan hubungan industrial, seperti tuntutan
upah layak dan hak normatif lainnya, hanya pihak supllier yang
menyelesaikannya.
“Salah satu
buktinya, saat terjadi tragedi rubuhnya pabrik garmen di Bangladesh pada 2013. Tragedi
tersebut menewaskan 233 orang tewas. Pasca kejadian, awalnya pihak perusahaan multinasional
tidak mau tanggung jawab dan menyerahkan masalah tersebut ke pihak supllier,”
ucapnya saat memberikan materi diskusi publik agenda RAKERNAS KSBSI di Golden
Boutique Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (12/7/2022).
Namun, karena tersebut
banyak tekanan dari serikat buruh internasional, akhirnya perusahaan
multinasional yang bermitra dengan supllier pabrik garmen ini menyerah. Penegak
hukum di negara Bangladesh akhirnya juga memenjarakan puluhan orang yang
terbukti bersalah. Lalu pihak multinasional Primark yang dimiliki Associated
British Food mengganti uang kompensasi kepada korban dan keluarganya.
Laura juga
memaparkan di era persaingan globalisasi ini memang semakin banyak perusahaan
multinasional membuat rantai pasok ke pihak supllier. Pola tersebut dilakukan
karena pihak multinasional tidak mau lagi berhubungan dengan buruh. Namun
dengan cara ini, mereka mendapatkan keuntungan yang sangat besar.
Karena itu, Laura mengatakan
serikat buruh KSBSI harus memulai kampanye HAM di dunia kerja. Sebab, di
negara-negara berkembang, kasus pelanggaran HAM masih banyak terjadi. Bahkan pelanggaran tersebut kalau
tidak dilakukan advokasi oleh serikat buruh, maka korbannya semakin bertambah.
(A1)
Beri komentar