Ini Harapan KSBSI pada Prabowo, Terkait Perubahan Iklim dan Isu Perburuhan

FOTO ISTIMEWA

Ini Harapan KSBSI pada Prabowo, Terkait Perubahan Iklim dan Isu Perburuhan

Nasional

Katabd268Buruh.com,JAKARTA - Dampak Perubahan iklim dan transisi yang berkeadilan pada beberapa sektor industri yang mengalami perubahan signifikan, menjadi sorotan tajam Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).

Sebagai Serikat Buruh independen pertama di Indonesia, KSBSI tetap concern, tidak saja meningkatkan kesadaran pekerja buruh akan dampak perubahan iklim dan membangun perlindungan terhadap pekerja buruh, namun juga mendorong kesadaran pengambil kebijakan untuk memperhitungkan dan melibatkan Serikat Buruh dalam program ‘Climate Change dan Just Transition’.

“Saat ini KSBSI sedang berkonsentrasi untuk meningkatkan kesadaran tentang perubahan iklim dan transisi yang adil. Isu ini bukan hanya disadari atau dirasakan para pekerja buruh semata, namun juga dirasakan oleh Masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional di seluruh dunia.” kata Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban saat konferensi pers yang digelar di Markas KSBSI, Cipinang Muara, Jakarta Timur, Selasa (18/2/2025).

KSBSI, menurut Elly, tengah melakukan banyak kegiatan dan program yang melibatkan semua federasi afiliasi KSBSI, termasuk mengorganisir kegiatan dan acara terkait climate change dan just transition sebagai konsep transisi yang adil, yang secara luas didefinisikan sebagai upaya memastikan tidak seorang pun tertinggal atau terdesak dalam transisi menuju ekonomi dan masyarakat rendah karbon dan berkelanjutan secara lingkungan.

Namun Elly menyayangkan masih minimnya keterlibatan serikat buruh yang dinilai belum diperhitungkan oleh para pengambil kebijakan dalam isu perubahan klim dan transisi yang adil ini.

“Untuk itu sangat diperlukan kampanye-kampanye dan pembangunan kapasitas para pekerja di semua sektor, bukan hanya di sektor pertambangan, namun juga di sektor lainnya seperti pariwisata, pertanian, perkebunan, perikanan dan semua sektor yang ada.” jelas Elly.

Ia mengupas, Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak perubahan iklim, dalam perubahan suhu dan pola cuaca jangka panjang yang berpengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup pekerja buruh.

“Kalau buruh tidak memahami dampak yang ditimbulkan [dalam perubahan iklim] dan tidak mampu melakukan mitigasi atau bagaimana cara menghadapi dan beradaptasi, maka akan sangat mengawatirkan.” kata Elly.

Perubahan iklim global diperkirakan meningkatkan suhu di Indonesia sebanyak 0,8 °C pada 2030.

Pada tahun 2019, sekitar setengah dari Jakarta, terletak di bawah permukaan laut, dengan beberapa daerah terus mengalami penurunan “secepat 9 inci [23 cm] per tahun. Jika emisi karbon terus berlanjut dengan laju pada 2019, dikombinasikan dengan penggunaan air tanah ilegal, maka diperediksikan 95?ri sebagian wilayah Jakarta akan tenggelam pada 2050.

Demikian juga dengan perubahan pola curah hujan yang diprediksikan berdampak buruk pada pertanian di Indonesia. Musim hujan yang lebih pendek, memperburuk kerugian pertanian akibat gagal panen dan dampak buruk pada perikanan sebagai akibat perubahan iklim paling awal yang sudah terjadi sejak 2007.

Pada tahun 2020, perubahan iklim telah berdampak pada banyak industri, terutama industri di wilayah pesisir akibat naiknya air laut.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahkan memperkirakan bakal terjadi peningkatan suhu udara di Indonesia sebesar 0,5 derajat celsius pada 2030. Selain kenaikan suhu udara, kasus kekeringan juga akan meningkat di Pulau Sumatera bagian selatan, sebagian besar Pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), hingga Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2030.

Sebaliknya pada musim hujan, jumlah hujan lebat hingga ekstrem juga cenderung meningkat hingga 40 persen dibandingkan saat ini. Akibat perubahan iklim, menyebabkan pengurangan kadar oksigen di daerah khatulistiwa, termasuk Indonesia, dapat berdampak lebih serius, dibanding kawasan negara empat musim. Dampak ini bisa lebih serius dirasakan pada tahun ini.

Persoalan lainnya adalah dampak climate change dan just transition telah memicu PHK massal.

Elly mengupas, kuatnya badai PHK pada tahun ini, salah satunya dipicu dari bencana alam seperti banjir dan panas ekstrem. Bahkan saat ini dunia internasional telah mencatat munculnya “heat stress” atau stres akibat panas berlebih. Ini adalah situasi dimana kondisi ketika tubuh tidak dapat lagi mengatur suhu internalnya dengan baik.

Hal ini dapat terjadi karena paparan suhu panas ekstrem atau aktivitas fisik yang berat di tengah panas yang berpengaruh terhadap, kelembapan, aktivitas fisik, asupan cairan yang tidak memadai atau kontak fisik langsung dengan benda panas.

“Heat stress namanya Ini adalah stres karena kepanasan sehingga menyebabkan terkendalanya para pekerja dalam melakukan pekerjaannya.” ungkap Elly.

Persoalan lainnya, kata Elly, climate change telah menyebabkan berkurangnya pemasukan dalam dunia bisnis yang berimplikasi terhadap efisiensi para pekerja dan upah yang dikurangi, begitu juga dengan pertambangan dengan ancaman-ancaman yang ada saat ini, penutupan pertambangan yang tidak disediakan reskilling yang baru kepada mereka-mereka yang akan mendapatkan pekerjaan baru.

Termasuk para pekerja dan keluarganya yang tidak diperhitungkan atau tidak terlindungi dengan jaminan sosial, kata Elly, ini juga diakibatkan oleh perubahan iklim dan transisi yang kurang adil.

Elly menegaskan, disitulah kehadiran KSBSI berkampanye, membuat masyarakat, terutama pekerja, menyadari akan pentingnya mempersiapkan diri tentang bahaya atau dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dan transisi yang adil.

“KSBSI saat ini melaksanakan beberapa program untuk memperkenalkan isu ini, membuat beberapa pasal dalam perjanjian kerja bersama yang disepakati di dalam perusahaan.” terangnya.

Chair Labour 20 pada KTT G20 Bali ini, menjelaskan, apa yang dilakukan KSBSI tidaklah mudah, sebab belum ada undang-undang yang merangkum perubahan iklim. Namun demikian, menurut Elly, peran KSBSI bersama Federasi afiliasi sangat tinggi dan sangat antusias untuk memperkenalkan program dan memperjuangkan bersama-sama dengan manajemen untuk membuat isu climate change dan just transition dimasukan dalam beberapa pasal di PKB.

Peran KSBSI

Sementara mengutip laman resmi KSBSI, disebutkan, KSBSI sudah berperan aktif dalam program dan kampanye climate change and just transition sejak tahun 2018 sampai saat ini.

KSBSI terus mendorong para stakeholder, kalangan pengusaha, pemerintah, Apindo dan Kadin atau Lembaga lainnya bersama-sama dengan buruh dapat membuat sebuah kertas posisi tentang bagaimana menghadapi isu perubahan iklim dan transisi yang adil ini.

KSBSI bahkan sudah memiliki networking aliansi dengan beberapa konfederasi dan beberapa pemangku kepentingan lainnya. Namun, sudah seperti itupun, tetap belum dilirik oleh pemerintah. Bahkan anggaran yang digaung oleh pemerintah yang bernilai US $20 Juta dolar, dari Amerika dan Jepang ternyata hingga kini belum diterima oleh pemerintah Indonesia.

“Sehingga tanpa menunggu peran atau menunggu bantuan dari pemerintah, KSBSI tetap mengambil peran, serikat buruh harus menyiapkan diri untuk melakukan hal-hal terbaik untuk mengantisipasi. karena mungkin bukan kita saar ini yang akan menghadapi, tapi anak-anak kita di masa depan, di negara kita sendiri.” tandasnya.

PP No.6 Tahun 2025 tentang JKP

Persoalan lain yang disorot KSBSI adalah terbitnya PP No.6 tahun 2025 tentang manfaat kehilangan pekerjaan dimana pekerja yang di PHK akan mendapatkan upah 60% selama 6 bulan.

“Kita menyambut baik ya, karena memang berubah dari yang sebelumnya yang 3 bulan, dengan upah 45 persen dan 25 persen,” terang Elly.

Namun begitu, aturan soal JKP tersebut juga belum diketahui tingkat keberhasilannya karena belum dilaksanakan.

“Artinya memang di sinilah peran KSBSI untuk mengawasi dan memonitor apa yang akan terjadi nanti.” imbuh Elly.

Harapan KSBSI

KSBSI menegaskan, buruh telah memberikan kontribusi terbesar untuk negara, adalah para pekerja dengan pajak-pajaknya sebagai penyumbang terbesar, telah menderita karena belum ada kepastian hidup dan kepastian kerja. Untuk itu buruh meminta kepada Presiden Prabowo Subianto untuk lebih memperhatikan pekerja buruh yang membutuhkan kesejahteraan untuk hidup yang lebih baik, menyekolahkan dan mempersiapkan masa depan anak-anaknya.

Buruh meminta ke pemerintah soal kepastian kerja dan upah layak, perlindungan sosial dan penciptaan lapangan kerja yang sudah dijanjikan pemerintah ketika mereka menggaungkan omnibus law itu,

“Kami tidak melihat buktinya sekarang ketika pemerintah mengatakan bahwa berkurang angka pengangguran, berkurangnya karena mereka menjadi pekerja online, jadi mereka itu adalah anak-anak muda masa depan bangsa, sehingga kita melihat sebenarnya masih banyak masalah yang akan dihadapi oleh pemerintah saat ini, itu kritik dari Kami.” tandas Elly.

“Kami berharap Pak Prabowo, beliau akan melihat masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia dan para pekerja buruh. Saya yakin beliau bisa menyelesaikan walaupun tidak 100 persen untuk masa-masa yang akan datang.” pungkasnya.

[*/HUGE] berita di atas terbit di ksbsi.org, dan kantorberitaburuh.com

 



Komentar

Beri komentar