Deep Talk Indonesia akan dilaksanakan
dalam beberapa seri pada bulan Ramadhan. Seri kali ini merupakan seri perdana
dilaksanakan pada Kamis, 7 April 2022 bertempat di kantor PB MDHW di Tebet 86.
Pada serial pertama mengambil tema "Nilai-nilai Ramadhan Sebagai Proteksi Terhadap Radikalisme".
Acara dibuka oleh Ketua Umum Gerakan
Indonesia Optimis Ngasiman Djoyonegoro, dan Sambutan pembuka oleh Sekretaris
Jendral PB MDHW Ahyad Alfidai.
Hadir sebagai narasumber dalam acara
kali ini antara lain Dr. Wawan H Purwanto (Deputi VII BIN), Brigjen Pol Ahmad
Nur Wahid (Direktur Pencegahan BNPT RI), Dr Mohammad Syauqillah (Kaprodi Kajian
Terorisme SKSG UI), Roby Sugara, M.Sc (Direktur Eksekutif IMCC), Dr Ali
Mukhtarom ( Dosen UIN Banten) dan dimoderatori oleh Hakim Muzayyan (Wasekjend
PB MDHW).
Dalam pemaparannya Wawan H Purwanto
menyampaikan terorisme setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor. Antara lain,
Pemahaman yang salah, keyakinan yang salah dan kemiskinan (Faktor ekonomi).
Pemahaman yang salah terutama tentang
memahami soal ilmu agama. Misalkan salah dalam memaknai makna jihad yang harus
dengan perang atau kematian. Padahal berani hidup untuk menyebarkan kebaikan
juga sebuah jihad. Dari pemahaman yang salah itu kemudian menjadi keyakinan
yang salah.
"Jihad itu bermacam-macam. Islam
agama yang rahmatin lil alamin. Pada bulan Ramadhan ini mari menebarkan kasih
sayang dan toleransi kepada semua makhluk", kata Wawan Purwanto.
Sementara itu Brigjen Nur Wahid
menyampaikan bahwa virus terorisme bisa memapar siapa saja, tidak peduli umur,
suku, agama, strata sosial dan kecerdasan manusia. Pemahaman yang salah dari
oknum beragama bisa menjadi faktor pendorong aksi terorisme atas nama agama.
Radikalisme adalah cermin dari krisis
spiritualitas agama. Di bulan Ramadhan ini peningkatan perbuatan baik,
peningkatan spiritualitas dan sikap ihsan bisa mencegah radikalisme dan
terorisme.
Mohammad Syauqillah dari SKSG UI
menyampaikan pasca 2016 aksi-aksi terorisme menurun secara drastis namun
radikalisme semakin marak. Radikalisme itu ditandai dengan semakin meningkatnya
pemikiran yang radikal, pemikiran yang intoleran dan perilaku intoleran.
Perilaku intoleran semakin meningkat.
Hal itu membuktikan bahwa ada perencanaan, ada pendanaan dan aksi-aksi terukur
yang dilakukan.
"Hal ini harus menjadi deteksi dini
dan langkah-langkah pencegahan bagi semua stakeholder pemerintahan", kata
Syauqillah.
Sedangkan Roby Sugara menjelaskan bahwa
terorisme ada beberapa bentuk gerakan atau aksi. Ada radikal terorisme adalah
radikal berbasis kekerasan, seperti ISIS, Al qaeda dan Jamaah Islamiyah. Ada juga radikal tapi tidak melakukan
kekerasan, contoh HTI dan ada juga radikal tapi dengan gerakan halus atau
kekinian, contoh gerakan hijrah.
Sementara itu Ali Muhtarom memaparkan
bahwa gerakan-gerakan radikal atas nama islam itu malah mendistorsi agama Islam
itu sendiri.
Pendekatan agama secara moderat atau
metode ilmu tasawuf efektif dilaksanakan karena itu akan memperkaya
spiritualitas pemeluk agama. Sehingga pemahaman atas ayat atau dalil-dalil
jihad tidak langsung dipahami secara tekstual.
Selain itu, deteksi dini dan pencegahan
harus selalu dilaksanakan oleh lembaga-lembaga yang berwenang (BNPT, TNI, BIN,
Polri) dengan mengajak kelompok-kelompok sipil atau masyarakat.
"Pemerintah harus selalu pro aktif
mengajak tokoh masyarakat, tokoh agama dan Ormas keagamaan ataupun organisasi
lembaga masyarakat untuk melakukan deteksi dini dan pencegahan dari terorisme
atau radikalisme, " tutup Ali Muhtarom.[NR]
Beri komentar