"Bagaimana kita dapat menempatkan diri kita untuk kepentingan bersama, melihat suatu permasalan dengan helicopter view, dengan melihat permasalahan dari berbagai aspek sehingga menghasilkan kepeutusan yang terbaik, win win solution." kata Elly Rosita Silaban di depan peserta FGD yang bertema Kebebasan berserikat dan hak menyampaikan pendapat di muka umum yang digagas oleh APINDO di Jakarta, Senin (29/04/2024).
Ditingkat perusahaan, mekanisme penyelesaian permasalahan ketenagakerjaan sudah diatur tersendiri, dan semua ada tahapannya. Bagaimanapun dalam proses ini komunikasi dan proses perundingan memegang peranan penting, sehingga aksi mogok kerja dan unjuk rasa bisa dihindari. Hal itu merupakan langkah terakhir dalam penyelesaian permasalahan hubungan industrial.
"Mekanisme penyelesaian permasalahn sudah diatur, dan disini dibutuhkan kapasitas tim perunding, bagaiaman serikat buruh kapasitasnya bisa selevel dengan manajemen. Artinya membangun kapasitas sumber daya pengurus serikat juga memegang peranan penting dalam sebuah perundingan." Jelas Elly.
Bagaimana menjadikan kebebasan berserikat dan menyampaikan pendapat di muka umum sebagai langkah produktif dalam sebuah hubungan industrial. Hal itu tentunya membutuhkan persan serta semua stakeholder di bidang ketenegakaerjaan. Adanya sebuah penghargaan terhadapa hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan regulasi yang kuat dalam perlindungan termasuk penerapan uji tuntas hak asasi manusia.
Pemerintah sebagai regulator harus memastikan aturan aturan ketenagakerjaan berjalan sebagaimana mestinya, peran Pengawasan ketenagakerjaan juga perlu dimaksimalkan.
Indonesia sudah mempunyai peraturan terkait kebebasan berserikat UUD 1945 Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) serta UU No. 21 Tahun 2000. Dan yang tidak kalah penting, kaitannya dalam menjamin dan mengimplementasikan amanah undang undang tersebut perlunya diperkuat dengan aturan tentang Uji Tuntas Hak Asasi Manusia atau lebih dikenal dengan Human Rights Due Diligence (HRDD). HRDD sudah diterapakan di negara-negara berkembang di Eropa.
Di Indonesia sebenarnya sudah ada PRISMA yakni Penilaian Risiko BIsnis dan HAM sebuah program aplikasi mandiri untuk membantu pelaku usaha menganalisa dugaan risiko pelanggaran HAM yang disebebakan oleh kegiatan bisnis. Namun sifatnya masih volunteering atau suka rela.
Dalam indikator-indikator PRISMA tersebut diantaranya tercantum tentang kebijakan HAM, Tenaga kerja, Kondisi kerja, Seikat Pekerja, diskriminasi dan lain lain. Oleh sebab itu, harapan kaum buruh Indonesia tentunya PRISMA ini menjadi sebuah aplikasi yang wajib diikuti oleh pelaku usaha, dengan begitu penghargaan hak-hak buruh akan semakin terwujud kedepannya. (Handi) Berita ini jg di muat di ksbsi.org
Beri komentar