Dia juga menyampaikan terima kasih kepada Komite
Pemuda KSBSI yang sukses menggelar agenda Youth Camp Leadership dengan
mengangkat tema “Meningkatkan Kapasitas Kepemimpinan Buruh Muda Untuk Menjadi
Pemimpin Dalam Menanggapi Isu Kontrak Dalam Menanggapi Isu Kontrak Sosial”.
Pasalnya, persoalan perburuhan hari ini, seharusnya bukan lagi disikapi aktivis
buruh yang sudah tua
“Menurut saya, aktivis buruh dari generasi milenial
dan Gen Z sudah seharusnya lebih banyak tampil berbicara untuk menyikapi
persoalan buruh hari ini. Karena orang-orang muda inilah nantinya yang akan
melanjutkan perjuangan buruh buruh,” ucap Dedi.
Pada kesempatan ini, Dedi diminta memberikan materi
pelatihan tentang “Peran Pemuda Dalam Demokrasi Indonesia”. Dia menegaskan,
persoalan buruh adalah persoalan keputusan politik yang dilakukan pemerintah dan
DPR. Diantaranya disahkannya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan UU Tabungan
Perumahan Rakyat (TAPERA) yang telah merugikan hak buruh adalah produk penguasa
politik. Kalau kebijakan ini tidak disikapi secara kritis, maka nasib buruh di
Indonesia semakin tertindas.
“KSBSI tidak pernah anti dengan kebijakan politik yang
diputuskan pemerintah dan DPR, selama memihak kepada rakyat Indonesia. Namun,
jika ada kebijakan yang merampas kesejahteraan buruh, KSBSI tampil didepan
untuk menolaknya,” tegas Dedi yang saat ini juga menjabat Wasekjen DPP Partai
Gerindra.
Oleh sebab itu, Dedi menyampaikan kepada kader muda
buruh yang berada di rumah besar KSBSI harus memahami politik. Sebab politik
itu bagian dari dinamika gerakan buruh. Artinya, jika kaum muda apatis dengan
politik, maka buruh akan menjadi tumbal kebijakan politik. Negara juga bakal
kehilangan penyeimbang demokrasi.
“Kalau kekuatan buruh sebagai penyeimbang demokrasi
dan politik sudah rapuh, maka Indonesia bisa dikuasai pemimpin otoriter dan
kelompok oligarki,” ungkapnya.
Selanjutnya, dia menyampaikan kepada generasi milenial
dan Gen Z yang berproses di KSBSI, bahwa pelatihan yang dibuat ini memang
mempersiapkan calon-calon pemimpin KSBSI. Sebab, tolok ukur serikat buruh
berkualitas itu harus mampu menyiapkan regenerasi dalam melanjutkan roda
organisasi. Sebab, kondisi upah buruh murah dan sistem kerja kontrak kerja di
perusahaan yang semakin memprihatinkan bukan karena keputusan pengusahanya.
Namun karena keputusan regulasi yang dibuat pemerintah
dan DPR. Nah, kalau kebijakan upah murah ini tidak disikapi kritis oleh kaum
muda, maka negara ini semakin tidak memiliki masa depan yang baik. Karena
itulah, Dedi pun berharap kaum muda KSBSI harus bersikap kritis dan membangun
solidaritas yang kuat untuk membangun gerakan buruh. Seperti melakukan kampanye
di media sosial (medsos), dan membangun budaya membaca. Sebab, Indonesia sampai
hari ini masih lemah dalam budaya literatur.
“Kaum muda buruh ksbsi harus tampil menjadi pemimpin
yang bisa menjawab persoalan hubungan industrial dan mampu membaca tantangan
zaman,” ujarnya. [ANDREAS/REDKBB] berita ini dimuat di kantorberitaburuh.com
Beri komentar